KATA PENGANTAR
Puji syukur saya hanturkan kepada Allah SWT. Karena telah memberikan
kita kesehatan.
Shalawat serta salam tetap kita curahkan kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad SAW. Karena dengan perjuangan dan jihad dari dakwah beliau
sekarang kita bisa merasakan nikmatnya iman dan islam dari agama yang beliau
sebarkan. Dan semoga kelak kita menjadi umat yang beliau syafa’ati di padang
tandus yang tidak kita temui syafaat selain dari beliau.
Makalah ini dibuat dengan judul “Profil dan Potensi
Sawah di Desa Glanggang
” diharapkan bisa membuat pembaca mengerti tentang profil ini.
Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan
kekurangan baik isi , atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami
sangat mengharap kritik dan saran untuk meyempurnakan makalah ini. Walaupun demikian makalah ini juga
sangat bermanfaat bagi kita karena dengan membaca makalah ini kita mengetahui
tentang Profil dan Potensi Sawah di Desa Glanggang. Demikian sebagai pengantar makalah ini.
Pekalongan,19 Maret
2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan
untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat
disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan
pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis
tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat
beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering
yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan”
dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air
irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan
disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang
surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah
lebak.
Penggenangan selama
pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat
menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika,
kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah dapat
sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950), orang yang
pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar Bogor,
mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang
disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai faktor
yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah
sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa yang
disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat
adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950),
meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi.
Bahkan pada tanah kering yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa
jenis tanah lain, tidak semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas
tersebut. Penggunaan tanah kering untuk padi sawah dapat menyebabkan peruba han
sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah secara permanen, sehingga dapat
menyeb abkan perubahan klasifikasi tanah. Dalam tulisan ini, disajikan uraian
tentang beberapa macam sifat morfologi dan profil tanah sawah, serta
pengaruhnya dalam klasifikasi tanah, khususnya dalam sistem Taksonomi Tanah
I.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas permasalah ini dapat dirumuskan menjadi:
1. Permasalahan
Tanah Sawah
2.
Bagai mana cara pengolahan tanah sawah
dan Faktor
Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanah Sawah
3.
Profil tanah sawah dan pembentukannya
4.
Profil dan Potensi di Desa Glanggang
I.3 Tujuan
Pada
makalah ini akan dirangkum sejumlah hasil penelitian mengenai permasalahan dan
pengelolaan serta klasifikasi dari tanah sawah. Tulisan ini bertujuan untuk
memperlihatkan bagimana permasalahan dan pengelolaan serta klasifikasi secara
morfologi dari tanah sawah tersebut, sedangkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Permasalan Tanah
Sawah
Tanah sawah adalah tanah
yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun
maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan
istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah
pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air
cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim
yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu
tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat
tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal
dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa
yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-salur an drainase. Sawah yang airnya
berasal dar i air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung
dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan
sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak
disebut sawah lebak.
Tanah sawah biasanya
tergenang dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan tanah ini akan
mengalami perubahan morfologi kimia, fisika dan biologi dari tanah sawah.
Perubahan sifat ini akan lebih menampakkan pada sifat fisik diamana kita akan
lebih terlihat dari perubahan warna, dan tekstur.
Tanah sawah dapat
terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga
karakterisasi sawah-sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk
tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya terdapat didaerah dataran
rendah , dataran tinggi volkan atau non volkan yang pada awalnya merupakan
tanah kering yang tidak pernah jenuh air sehingga morfologinya akan sangat
berbeda dengan tanah sawah dari tanah rawa yang awalnya memang sudah jenuh air.
2.2 Cara pengolahan Tanah Sawah Dan Faktor
Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanah Sawah
Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia.
Karena itu, sifat-sifat tanahnya sangat dipengaruhi oleh perbuatan manusia.
Kegiatan manusia yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah
sawah, antara lain, adalah (1) cara pembuatan sawah dan (2) cara budi daya padi
sawah.
- Cara
pembuatan sawah
Cara pembuatan sawah tergantung dari beber
apa hal, antara lain, kondisi relief/topografi dan hidrologi tanah asalnya.
Relief
Bila relief/topografi tanah asal berombak
atau berlereng, maka lebih dulu harus dibuat teras bangku. Sawah pada teras,
sifatnya sangat berubah dibandingkan dengan tanah asalnya, karena terjadinya
penggalian dan penimbunan pada waktu pembuatan teras. Cara pembuatan ter as
adalah dengan jalan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah. Akibatnya,
susunan horizon tanah asalnya da pat hilang sama sekali. Makin curam lereng,
maka teras semakin sempit dan penggalian
serta penimbunan semakin dalam. Dalam satu petak sawah yang baru dibu at dengan
cara ini, mungki n akan ditemukan lebih dari satu jenis tanah, yaitu Entisol
atau Inceptisol pada bagian tanah yang ditimbun atau digali, selain tanah asl
inya di bagian tengah petakan. Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi
akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam
keadaan tergenang dan penggenangan lapisan
olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan
atas ke lapisan bawah. Lama kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan
mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan
terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh
solum tanah.
Hidrologi
Pembuatan sawah dari lahan rawa dilakukan
dengan membuat saluran-saluran drai nase, agar lahan menjadi lebih kering, atau
tidak terus-menerus tergenang. Karena itu, sifat tanah akan berubah karena
terjadi proses “pengeringan” tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah.
Sebaliknya, pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses “p
embasahan” dari lapisan atas ke lapisan bawah. Apabila tanah ra wa yang
“dikeringkan” tersebut banyak mengandung bahan sulfidik (pirit, FeS ), maka
profil tanah sawah yang terbentuk banyak mengandung karatan jarosit (K Fe (SO ) (OH)6).
- Cara
budi daya padi sawah
Pola tanam dan penggenangan
Tanah sawah yang ditanami padi tiga kali
setahun, yakni padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang tahun.
Sawah dengan pergiliran tanaman padi-padi-palawi ja, setiap tahunnya mengalami
masa tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering. Sedangkan sawah
dengan pola tanam padi-palawija-bera, mengalami masa tergenang lebih singkat
dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam, yang menyebabkan
perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah perbedaan sifat-sifat
morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk sifat morfologinya,
juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang berbeda. Dalam hal ini,
sifat tanah pada saat ditanami padi sawah (basah), berbeda dengan waktu
ditanami palawija atau bera. Namun demikian, sawah-sawah yang mempunyai profil
tanah yang khas yang telah dikeringkan puluhan tahun, seperti halnya (bekas)
tanah sawah di sekitar Bo gor, masih menunjukkan adanya lapisan tapak bajak,
lapisan Fe, dan lapisan Mn, meskipun
lapisan atas tidak lagi berwarna pucat, melainkan kecoklatan mendekati warna
tanah asalnya. Sifat-sifat tanah sawah yang tidak berubah , baik sewaktu digunakan
untuk bertanam padi sawah maupun waktu digunakan untuk bertanam palawija atau
bera, disebut sifat tanah sawah
permanen .
Penambahan lumpur bersama air irigasi
Air pengairan mengandung l umpur ya ng
diendapkan pada petak sawah. Oleh karena itu, selalu ada penambahan lumpur pada
lapisan olah. Kualitas dan jumlah lumpur yang diendapkan sangat beragam,
tergantung dari sumber lumpur dan banyaknya air. Akibatnya, lapisan olah
semakin tebal karena penambahan lumpur tersebut.
Penambahan bahan kimia/unsur hara dengan
sengaja dan praktek pengolahan tanah
Pemberian pupuk, baik pupuk buatan maupun
pupuk kandang, kapur dan bahan amelioran lain akan berpengaruh terhadap sifat
tanah sawah. Demikian juga praktek pengolah an tanah sawah yang di lakukan
dengan cara mencampur dan membalik horizon tanah, pelumpuran, dan pemadata n,
dapat mempengaruhi sifat dan perkembangan profil tanah.
Cara budi daya
Pembuatan sawah diawali dengan perataan
tanah dan pembuatan pematang. Tanah sawah yang diolah dalam keadaan jenuh air,
dengan cara “bajak-garu-bajak-g ar u” hingga halus, baru kemudian ditanami
benih padi, menyebabkan struktur tanah hancur hingga menjadi lumpur yang cocok
untuk padi sawah. Tanah sawah yang dilumpurkan, jika kemudian sawah dikeringkan
untuk ditanami palawija, akan menjadi masif atau tidak berstruktur, oleh karena
itu harus diolah lagi. Penggenangan sedalam 5–10 cm selama 4 – 5 bulan
pertanaman padi, menyebabkan terjadinya kondisi reduksi selama jangka waktu
tersebut.
2.3 Profil
tanah sawah dan pembentukannya
Faktor penting dalam proses pembentukan
profil tanah sawah adalah genangan air di permukaan, dan penggenangan serta
pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan profil tanah sawah melip uti
berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kond isi
reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b) penambahan dan pemindahan bahan
kimia atau partikel tanah; dan (c) perubahan sifat fisik, kimia, dan
mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan, atau
perbaikan drainase pada tan ah rawa yang disawahkan. Secara lebih rinci, proses
pembe ntukan profil tanah sawah meliputi (a) gleisasi dan eluviasi; (b)
pembentukan karatan besi (Fe) dan mangan (Mn); (c) pembentukan warna kelabu (
grayzation ); (d) pemb entukan selaput ( cutan ); (e) penyebaran
kembali basa basa; dan (f) akumulasi dan dekomposisi bahan organik.
Profil tanah sawah tipikal
Berdasarkan
proses pembentukan tanah seperti telah di uraikan, maka terbentuklah profil
tanah sawah dengan sifat morfolog i yang berbeda-beda, tergantung dari sifat
tanah a salnya. Profil tanah sawah yang tipikal (khas), atau Aquorizem (Kanno, 1978), yang terbentuk pada tanah
kering dengan air tanah dalam, seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950),
sedikit berbeda dengan profil tanah sawah tipikal dengan air tanah yang agak
dangkal (Moormann and van Breemen, 1978)
Pada tanah kering dengan
air tanah dalam yang disawahkan, akan terbentuk susunan horizon sebagai
berikut: 1) lapisan olah yang tereduksi
dan tercuci (eluviasi) (Ap); 2) lapisan
tapak bajak (Adg); 3) horizon iluviasi
Fe (Bir) di atas horizon iluviasi Mn (Bmn), yang sebagian besar teroksidasi;
4) horizon tanah asal, yang tidak
terpengaruh persawahan (Bw, Bt). Bila air tanah agak dangkal, maka di bawah
horizon tersebut kemudian ditemukan: 5)
horizon i luviasi (penimbunan) Mn (Bmn) di atas h orizon iluviasi Fe
(Bir); 6) horizon tereduksi permanen
(Cg).Pengamatan di berbag ai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa lebih banyak
tanah sawah yang tidak menunjukkan profil tanah yang tipikal
tersebut, dibandingkan dengan yang memilikinya. Hal ini disebabkan karena
kebanyakan sawah di Indonesia, antara lain, dibuat pada tanah dengan air tanah
yang sangat dangkal, atau lahan rawa yang dikeringkan, penyawahan yang
terus-menerus dilakukan sepanjang tahun, tekstur tana h yang terlalu kasar atau
terlalu halus, tanah yang mengembang dan mengkerut, da n sebagainya. Karena
banyak tanah sawah di Indonesia terdapat di daerah pelembahan atau dataran
aluvial yang terus-menerus tergenang air, baik dari air hujan, luapan sungai
maupun air tanah yang dangkal, dan kondisi relief/topografi yang tidak
memungkinkan gerakan air ke ba wah solum
tanah, maka horizon iluviasi Fe dan Mn ataupun lapisan tapak bajak sulit
terbentuk. Demikian juga, tekstur tanah yang terlalu kasar atau terlalu halus,
atau adanya sifat tanah mengembang dan mengkerut, me nghalangi pembentukan
horizon-horizon tersebut. Menurut Kawaguchi dan Kyuma (1977) seperti halnya di
Indonesia, profil tanah sawah tipikal ( Aquorizem ) hanya terbentuk, pada
lahan kering yang disawahkan yang tidak mengandung mineral liat-2:1. Tanah yang
hanya digenangi air pada waktu penyawahan, dan kemudian dikeringkan untuk
tanaman palawija atau bera pada musim berikutnya, dalam bahasa Jepang disebut “
kanden ”. Dengan penggunaan tanah seperti itu, profil tanah sawah tipikal
di Jepang dapat terbentuk dalam jangka waktu 10–40 tahun. Menurut Kanno (1
978), di Jepang juga banyak tana h sawah yang tidak memiliki susunan horizon
seperti tanah sawah tipikal tersebut, karena keragaman dalam pengaruh air tanah
dan air genangan (hidromorfisme).
Pengelolaan Lahan Sawah
Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat
sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita
akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi
beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah
subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomaly iklim), gejala
kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan
(soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian
produktivitas.
Sistem
produksi padi saat ini juga sangat rentan terhadap penyimpangan iklim
(El-nino). Penanganan masalah secara parsial yang telah ditempuh selama ini
ternyata tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks dan juga tidak efisien.
Guna memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat perlu
diupayakan untuk mencari terobosan teknologi budidaya yang mampu memberikan
nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha. Optimasi produktivitas padi di
lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional.
Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem
ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal.
Tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting di Indonesia
karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Saat ini
keberadaan tanah-tanah sawah subur beririgasi terancam oleh gencarnya
pembangunan kawasan industri dan perluasan kota (perumahan) sehingga luas tanah
sawah semakin berkurang, karena dikonservasikan untuk nonpertanian. Sebagai
gambaran, menurut Biro Pusat Statistik/BPS (1994) luas lahan sawah Indonesia
pada tahun 1993 sekitar 8,50 juta ha, sedangkan pada tahun 2000 luasnya menjadi
sekitar 7,79 juta ha (BPS, 2001). Sebagian besar lahan sawah terdapat di Pulau
Jawa, yaitu seluas 3,34 juta ha (42,9% dari luas sawah Indonesia). Pencetakan
sawah di luar Pulau Jawa umumnya dilakukan pada tanah-tanah yang kurang subur
dan hingga saat ini belum menunjukan keberhasilan yang nyata.
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi
sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan
tanaman palawija (Hardjowigeno dan Luthfi, 2005). Istilah tanah sawah bukan
merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum, seperti halnya
tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian, dan sebagainya. Menurut Kyuma
(2004), tanah sawah (paddy soil) adalah tanah yang digunakan atau berpotensi
digunakan untuk menanam padi sawah. Dalam definisi ini tanah sawah mencakup
semua tanah yang terdapat dalam zona iklim dengan rezim temperatur yang sesuai
untuk menanam padi paling tidak sebanyak satu kali dalam satu tahun.
Tanah
sebagai faktor tumbuh yang penting harus mendapat perhatian khusus dalam
budidaya tanaman. Tanah menyediakan faktor tumbuh, yang mana kondisi optimum
dinyatakan subur dan kemampuan tanah tersebut dinyatakan sebagai kesuburan
tanah. Kondisi tanah yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman ini
adalah suhu, udara, air tanah maupun unsur hara yang terdapat dalam tanah.
Tanah sebagai salah satu faktor tumbuh membutuhkan penanganan khusus agar tidak
terjadi hambatan-hambatan bagi pertumbuhan tanaman, sehingga perlu dilakukan
pengelolaan tanah yang baik.
Tindakan pengolahan tanah merupakan usaha mekanis terhadap
tanah yang dilakukan untuk menyediakan tempat tumbuh yang sesuai bagi perakaran
tanaman. Pengolahan tanah juga ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian
(seed bed), pemberantasan gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi
akar, memperbaiki infiltrasi air dan udara tanah. Dalam suatu usaha pertanian,
baik usaha pertanian umum maupun khusus, pemilihan mengenai sistem pengelolaan
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya.
2.4 Profil dan Potensi di Desa Glanggang
Tata Pemerintahan Desa Glanggang
Desa
Glanggang : dipimpin
oleh seorang kepala desa (kades) dan dibantu oleh sekretaris desa (Carik).
Selain itu ada juga enam kepala urusan yang membantu Kepala Desa dalam bidang pemerintahan,
umum, keamanan, keagamaan, ekonomi pembangunan, dan keuangan.
Desa
Glanggang terbagi menjadi 4
(empat) dusun, yaitu Dusun Margahayu, Dusun Krajan Glanggang, Dusun Darungan,
dan Dusun Karang Tengah. Selain itu desa glanggang juga
terbagi dalam 30 RT dan 9 RW, diantaranya:
Dusun
Margahayu meliputi RT 01 dan 02, dan RW 01. Dusun ini dikenal dengan hasil
hasil gerabahnya yang sudah dikirimkan kebeberapa kota besar yang ada di Jawa
Timur. Dusun Krajian Glanggang meliputi RT 02
sampai 13, dan RW 02, 03, dan 04. Dusun ini dikenal sebagai dusun penghasil
kripik tempe, karena jumlah pengrajin tempe di dusun ini cukup banyak, namun
terdapat pula petani dan pengrajin sepatu di dusun ini meskipun jumlahnya tidak
sebanyak pengrajin tempe.
Dusun
Karang Darungan meliputi RT 14 dan 15, dan RW 08. Dusun ini juga mencakup
satu-satunya kawasan perumahan yang berada di desa Glanggang. Kawasan perumahan merupakan RT 28 sampai 30 dan RT 07.
Dusun ini bukan merupakan penghasil kerajinan namun memiliki kesenian kuda
lumping.
Dusun
Karang Tengah meliputi RT 16 sampai 27, dan RW 05, 06 dan 09. Dusun ini lebih
dikenal dengan perternakan itik dan sapi yang jumlahnya lumayan besar, namun
selain itu dusun ini juga mempunyai pengrajin tempe, konveksi dan ada juga
petani. Keempat Dusun dipimpin oleh seorang Kepala
Dusun (kadus), RW dipimpin oleh seorang kepala RW, dan RT dipimpin oleh seorang
ketua RT.
Penjelasan Detail Desa Glanggang
Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang,
Propinsi Jawa Timur adalah sebuah desa yang memiliki potensi yang luar biasa
yang tidak dimiliki oleh desa lain. Di bagian utara Desa Glanggang berbatasan
dengan Desa Sutojayan, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa
Jatirejoyoso,di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Karang Pandan dan
Desa Mojosari, dan dibagian timur berbatasan dengan Desa Curung Rejo.
Desa Glanggang berada pada kurang lebih 3 kilometer
dari ibukota kecamatan terdekat (Kecamatan Pakisaji), 7 kilometer dari ibukota
kabupaten (kabupaten Malang), dan 100 kilometer dari ibukota propinsi
Jawa Timur (Surabaya).
Data demografis Desa Glanggang Jumlah penduduk Desa Glanggang yaitu 4.702
orang, yang terdiri dari 2377 orang laki-laki dan 2325 orang perempuan, dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 1301 orang (tahun 2011). Tidak ada hal yang begitu penting yang menjadi masalah
mengenai adat istiadat di Desa Raharja karena sebagian besar masyarakat masih
tetap memegang teguh prinsip selayaknya orang desa. Adat istiadat masyarakat di
Desa Raharja semakin hari semakin menjurus ke arah modernisasi karena pengaruh
dari berkembangnya teknologi.
Data geografis dan geologi Desa Glanggang
1.
Luas daerah Desa
Glanggang
Luas
desa Glanggang adalah 215,33 Ha dengan penggunaan lahan adalah:
Luas Pemukiman 52 Ha
Luas Persawahan 145,33 Ha
Luas Perkebunan 5 Ha
Luas Pekarangan 6 Ha
Luas Perkantoran 1 Ha
Luas prasarana umum lainnya 4 Ha
Luas Pemukiman 52 Ha
Luas Persawahan 145,33 Ha
Luas Perkebunan 5 Ha
Luas Pekarangan 6 Ha
Luas Perkantoran 1 Ha
Luas prasarana umum lainnya 4 Ha
2. Iklim Desa Glanggang
Curah hujan Desa Glanggang : 2,5 mm/th
Suhu rata-rata harian Desa Glanggang : 31 C
Tinggi tempat Desa Glanggang : 250 mdl
Bentang wilayah Desa Glanggang : Dataran tinggi atau pegunungan
Curah hujan Desa Glanggang : 2,5 mm/th
Suhu rata-rata harian Desa Glanggang : 31 C
Tinggi tempat Desa Glanggang : 250 mdl
Bentang wilayah Desa Glanggang : Dataran tinggi atau pegunungan
3. Keadaan tanah, kondisi air, dan penggunaan
lahan Desa Glanggang
Jenis tanah di desa ini (Desa Glanggang) sebagian besarnya merupakan tanah yang berwarna hitam dengan tekstur tanah lempungan dengan tingkat kemiringan tanah sebesar 3 derajat. Sebagian besar lahan digunakan sebagai area tanah persawahan (seluas 145,33 Ha), adapun penggunaan lahan lainnya digunakan sebagai area:
1) Luas Pemukiman Desa Glanggang : 52 Ha
2) Luas Pesawahan Desa Glanggang : 145,33 Ha
3) Luas Perkebunan Desa Glanggang : 5 Ha
4) Luas Kuburan Desa Glanggang : 2 Ha
5) Perkantoran Desa Glanggang : 1 Ha
6) Luas prasarana umum lainnya: 4 Ha
7) Tanah sawah
Sawah Irigasi setengah teknis : 131,33 Ha
Sawah Irigasi ½ teknis : 7 Ha
Sawah tandan hujan : 7 Ha
8 ) Tanah kering
Tegal/Ladang : 8 Ha
Pemukiman : 52 Ha
Pekarangan : 6 Ha
Jenis tanah di desa ini (Desa Glanggang) sebagian besarnya merupakan tanah yang berwarna hitam dengan tekstur tanah lempungan dengan tingkat kemiringan tanah sebesar 3 derajat. Sebagian besar lahan digunakan sebagai area tanah persawahan (seluas 145,33 Ha), adapun penggunaan lahan lainnya digunakan sebagai area:
1) Luas Pemukiman Desa Glanggang : 52 Ha
2) Luas Pesawahan Desa Glanggang : 145,33 Ha
3) Luas Perkebunan Desa Glanggang : 5 Ha
4) Luas Kuburan Desa Glanggang : 2 Ha
5) Perkantoran Desa Glanggang : 1 Ha
6) Luas prasarana umum lainnya: 4 Ha
7) Tanah sawah
Sawah Irigasi setengah teknis : 131,33 Ha
Sawah Irigasi ½ teknis : 7 Ha
Sawah tandan hujan : 7 Ha
8 ) Tanah kering
Tegal/Ladang : 8 Ha
Pemukiman : 52 Ha
Pekarangan : 6 Ha
Mata pencaharian Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur, Indonesia.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa
Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur yaitu
karyawan perusahaan wiraswasta dan petani. Para petani yang bekerja di desa
Glanggang memiliki usia relatif 35 tahun keatas dengan jumlah sekitar 60% dari
keseluruhan anggota.
Sementara lelaki usia 20 – 35 tahun lebih memilih
bekerja di luar desa dengan menjadi karyawan perusahaan swasta, buruh migran,
dan pengrajin industri rumah tangga. Hasil komoditas pertanian yang terdapat di
Desa Glanggang adalah padi sawah dan jagung.
Berikut merupakan data mata pencaharian pokok penduduk
Desa Glanggang :
Jenis Pekerjaan
|
Laki-Laki
|
Perdmpuan
|
Karyawan perusahaan swasta
|
479
|
259
|
Petani
|
201
|
239
|
Buruh migran/buruh lepas
|
206
|
120
|
Pengrajin industri rumah tangga
|
199
|
151
|
Peternak
|
91
|
0
|
Pegawai Negeri Sipil
|
67
|
28
|
Pedagang
|
43
|
52
|
Pada umumnya hasil pertanian desa sudah dijual sebagai
pendapatan masyarakat, namun masih ada para petani yang memakan hasil taninya
untuk konsumsi sehari-hari mereka. Rata-rata petani yang memiliki lahan atau
ladang yang luas menjual hasil pertaniannya ke pasar melalui tengkulak dan
hinga saat ini tidak ada petani yang menjual hasil taninya langsung ke pasar.
PADI SAWAH
(Oryza sativa)
(Oryza sativa)
Padi (oryza sativa) adalah bahan
baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah
mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini
banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir seluruh daerah di
Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di sawah.
Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.
Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian, padi juga dapat diusahakan di lahan kering atau ladang. Istilahnya adalah padi gogo. Namun kebutuhan airnya harus terpenuhi. Oleh karena itu ada beberapa sistem budidaya yang dikenal di Indonesia, di antaranya :
Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.
Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian, padi juga dapat diusahakan di lahan kering atau ladang. Istilahnya adalah padi gogo. Namun kebutuhan airnya harus terpenuhi. Oleh karena itu ada beberapa sistem budidaya yang dikenal di Indonesia, di antaranya :
1.
Bertanam
padi di sawah tadah hujan
Dalam mengusahakan padi di sawah,
soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat:
- Menanam air
sehingga tanah itu dapat digenangi air.
- Mudah memperoleh
dan melepaskan air.
Pematang atau galengan memegang
peranan yang sangat penting, karena dalam sistem bertanam padi di sawah tadah
hujan ini, pematang atau galengan ini harus kuat dan dirawat, karena bertanam
padi di sawah tadah hujan memerlukan air, sehingga dengan galengan-galengan
sawah ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi dengan sistem penanaman
tadah hujan ini tidak dapat ditanam pada tanah yang datar.
Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara “basahan” yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi.
Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara “basahan” yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi.
2. Bertanam Padi
Gogo Rancah (lahan kering)
Dalam mengusahakan padi di lahan
kering atau ladang atau biasa disebut padi gogo ini, relatif lebih mudah
dibandingkan dengan padi sawah tadah hujan. Dalam sistem penggarapan padi di
lahan kering atau ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim penghujan tiba.
Sementara dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi gogo rancah ini tidak
memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di sawah sebelum
atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak ada resiko bibit menjadi terlalu
tua.
Padi gogo rancah ini tidak banyak memerlukan air hujan, pada permulaan selama 30 atau 40 hari. Hidup padi ini keringan bahkan bila kebanyakan air hujan, maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu bilamana air hujan cukup, maka padi gogo rancah ini dapat dijadikan padi sawah biasa. Tetapi kalau tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka resiko mati sangat kecil.
Padi gogo rancah ini tidak banyak memerlukan air hujan, pada permulaan selama 30 atau 40 hari. Hidup padi ini keringan bahkan bila kebanyakan air hujan, maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu bilamana air hujan cukup, maka padi gogo rancah ini dapat dijadikan padi sawah biasa. Tetapi kalau tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka resiko mati sangat kecil.
3. Bertanam Padi
Sawah Tanpa Olah Tanah (TOT)
Meskipun disebut bertanam padi sawah
ini tanpa olah tanah tetapi tidak berarti bahwa tak ada persiapan sama sekali.
Sistem ini masih merupakan bagian pengolahan tanah konservasi yang melibatkan
perbedaan mendasar dengan penanaman padi biasa. Pembajakan dan pencangkulan di
dalam sistem TOT ini tidak ada dan dalam sistem TOT ini dilakukan penyemprotan
herbisida terhadap sisa tanaman padi (singgang) atau gulma yang tumbuh.
Secara umum kegiatan bertanam padi
sawah tanpa olah tanah ini dapat diartikan sebagai penanaman padi di lahan
sawah yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi
cukup dengan bantuan herbisida dalam mengendalikan gulma dan singgangnya.
Tanaman padi ini dapat tumbuh seperti pada lahan yang diolah biasa. Hal ini
disebabkan karena singgang dan gulma yang membusuk akan melonggarkan tanah
sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah dan tanaman padi dapat tumbuh
seperti biasa. Bibit padi dari persemaian dapat langsung ditanam pada tanah
tanpa olah yang sudah lunak karena digenang terlebih dahulu. Dapat juga benih
ditebarkan langsung (tabela) atau ditabur dalam air yang sudah disediakan.
Keuntungan menanam padi dengan
sistem Tanpa Olah Tanam (TOT).
a. Kualitas
pertumbuhan tanaman dan hasil panen tidak berbeda dengan penanaman padi biasa.
b. Menghemat biaya
persiapan lahan 40% yang juga mengurangi biaya produksi.
c. Menghemat waktu
musim tanam sampai 1 bulan, artinya jumlah penanaman dalam satu tahun air
ditingkatkan.
d. Mengurangi
pemakaian air lebih dari 20%
e. Mempermudah
kemungkinan penanaman secara serempak sehingga konsep pengendalian hama terpadu
(PHT) padi sawah dapat diterapkan dan baik.
f. Melestarikan
kesuburan tanah, mengurani pencucian unsur hara dan jumlah sendimen terangkut.
g. Mengurangi
pencemaran perairan dan pendangkalan saluran air atau sungai.
h. Mengurangi
emisi metan sampai 40%.
i. Memungkinkan peningkatan
luas sawah garapan.
j. Memberikan
keuntungan bagi petani yang berarti membantu meningkatkan kualitas hidupnya.
Kendala-kendala yang Dihadapi dalam
Bertanam Padi
1.
Air
Air diperlukan untuk pengolahan dan
dalam penanaman padi di sawah adakalanya perlu pengaturan air secara baik. Saat
tertentu air dimasukkan, tetapi saat lainnya air justru perlu ditambah.
Pengaliran air secara terus menerus dari satu petakan ke petakan lain atau
penggenangan dalam petakan sawah secara terus-menerus selain boros air juga
berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Tetapi sebaliknya itu
pengairan terlalu sedikit biasanya gulma akan tumbuh pesat dan produksi padi
akan berkurang dan pemasukan air sangat penting pada masa-masa berikut: a.
Awal tanam
Seperti yang sudah dilakukan pada
saat penanaman, air diberikan setinggi 2-5 cm dan permukaan tanah.
b. Pembentukan
anakan (pertunasan)
Dalam masa ini air dipertahankan
setinggi 3-5 cm pemberian air lebih dari 5 cm dapat menghambat pembenihan
anakan (tunas)
c. Pembentukan tunas bulir (primordia)
atau tanaman padi bunling
Air sangat dibutuhkan pada pembentukan calon. Calon bulir ini air dimasukkan setinggi 10 cm. Kekurangan air pada saat pembentukan akan mengakibatkan pembentukan anak (tunas) karena kekurangan air dapat menghambat pembentukan malai, pembuahan dan pembuangan yang dapat berakibat fatal yakni bulir padi yang dihasilkan hampa.
Air sangat dibutuhkan pada pembentukan calon. Calon bulir ini air dimasukkan setinggi 10 cm. Kekurangan air pada saat pembentukan akan mengakibatkan pembentukan anak (tunas) karena kekurangan air dapat menghambat pembentukan malai, pembuahan dan pembuangan yang dapat berakibat fatal yakni bulir padi yang dihasilkan hampa.
d. Pembungaan
Pada masa ini kebutuhan air mencapai
puncaknya. Muka air dijaga setinggi 5-10 cm akibat kekurangan air juga dapat
menyebabkan hampanya bulir padi tetapi bila tanaman padi telah mengeluarkan
bunga, petakan untuk beberapa saat perlu dikeringkan agar terjadi pembungaan
yang serempak.
Air yang diberikan dalam jumlah cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi serangan tikus-tikus.
Air yang diberikan dalam jumlah cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi serangan tikus-tikus.
2.
Pengeluaran
air
Ada saat-saat tanaman padi tak perlu
diberikan air, untuk itu petakan sawah dikeringkan pada waktu-waktu berikut:
a.
Sebelum
tanaman bunting
Gunanya untuk mencegah anakan tanaman
tidak mengeluarkan bulir.
b.
Awal
pembungaan
Gunanya untuk membuat tanaman
berbunga serempak.
c.
Awal
pemasakan biji
Air perlu dikeringkan saat ini untuk
menyeragamkan dan mempercepat pematangan padi. Tindakan pengeringan ini juga
bermanfaat untuk memperbaiki aerosi tanah, memacu pertumbuhan anakan merangsang
pembuangan dan mengurangi terjadinya serangan busuk akar.
3. Pemupukan
Pada penanaman padi di sawah, dosis
pemupukan pada sawah tergantung pada jenis tanah, sejarah pemupukan dan
varietas padi yang ditanam pada lokasi tersebut. Tetapi kendala pemupukan
biasanya dialami petani karena petani biasanya pupuk diberikan pada dosis yang
tidak sesuai. Pupuk diberikan 2 atau 3 kali selama musim tanam. Pupuk adalah
bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan unsur
yang paling penting dan harus tersedia adalah unsur N.P.K. Dosis pemupukan urea
biasanya diberikan sepertiga bagian pada pemupukan pertama dan kedua pertiga
bagian pada pemupukan kedua. Pupuk TSP dab KC biasanya diberikan sekaligus
bersamaan dengan pemupukan urea pertama.
Sewaktu melakukan pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pembuangan air ditutup terlebih dahulu. Petakan sawah berada dalam kondisi berair, pupuk disebar merata pada permukaan tahan. Hati-hati sewaktu menyebar pupuk agar tidak mengenai daun tanaman karena dapat mengakibatkan daun terbakar.
Sewaktu melakukan pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pembuangan air ditutup terlebih dahulu. Petakan sawah berada dalam kondisi berair, pupuk disebar merata pada permukaan tahan. Hati-hati sewaktu menyebar pupuk agar tidak mengenai daun tanaman karena dapat mengakibatkan daun terbakar.
4. Pengendalian
hama dan penyakit
Hama penyakit padi sawah biasanya rentan terhadap serangan hama dan penyakit di dalam tanaman padi sawah ada beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi dan hama yang cukup mengganggu antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus dan burung. Adapun penyakit yang sering menyerang tanaman padi adalah hawar daun, bercak bakteri, hawar pelepah, busuk batang, bercak cokelat, blasi, tungro, kerdil hampa dan kerdil rumput. Dahulu petani sering melakukan tindakan gampang untuk memberantas hama dan penyakit yaitu dengan penyemprotan pestisida. Namun cara ini tidak dianjurkan karena pestisida dapat mencemari air irigasi atau sumber air di sekitarnya dan banyak jensi hama dan penyakit yang rentan atau tak mempan lagi disemprot.
Pengendalian hama dan penyakit (PHT) merupakan sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat menimbulkan kerugian.
Hama penyakit padi sawah biasanya rentan terhadap serangan hama dan penyakit di dalam tanaman padi sawah ada beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi dan hama yang cukup mengganggu antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus dan burung. Adapun penyakit yang sering menyerang tanaman padi adalah hawar daun, bercak bakteri, hawar pelepah, busuk batang, bercak cokelat, blasi, tungro, kerdil hampa dan kerdil rumput. Dahulu petani sering melakukan tindakan gampang untuk memberantas hama dan penyakit yaitu dengan penyemprotan pestisida. Namun cara ini tidak dianjurkan karena pestisida dapat mencemari air irigasi atau sumber air di sekitarnya dan banyak jensi hama dan penyakit yang rentan atau tak mempan lagi disemprot.
Pengendalian hama dan penyakit (PHT) merupakan sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat menimbulkan kerugian.
5. Panen
Bagi petani panen padi merupakan
soal yang paling dinanti-nanti. Panen merupakan saat petani merasakan
keberhasilan dari jerih payah menanam dan merawat tanaman.
a.
Saat
panen
Padi perlu dipanen pada saat yang
tepat untuk mencegah kemungkinan mendapatkan gabah berkualitas rendah yang
masih banyak mengandung butir hijau dan butir kapur. Padi yang dipanen mudah
jika digiling akan menghasilkan beras pecah. Saat panen padi dapat dipengaruhi
oleh musim tanam. Pemeliharaan tanaman dan pertumbuhan, serta tergantung pula
pada jenisnya. Secara umum padi dipanen saat berumur 80-110 hari apabila
tanaman padi menunjukkan ciri-ciri berikut berarti tanaman sudah siap dipanen:
- Bulir-bulir padi
dan daun bendera sudah menguning.
- Tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-butir padi atau gabah yang bertambah berat.
- Tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-butir padi atau gabah yang bertambah berat.
- Butir padi bila
ditekan terasa keras dan berisi, jiak dikupas tidak berwarna kehijauan atau
putih agak lembek seperti kapur.
b. Cara panen
Alat panen yang tepat penting agar
panen menjadi mudah dilakukan biasanya padi dipanen dengan ani-ani atau sabit.
Ani-ani umumnya digunakan untuk memanen jenis padi yang sulit rontok sehingga dipanen beserta tangkainya, contohnya jenis padi bulu. Namun, alat ini tidak cocok digunakan untuk penanaman padi sawah.
Sabit digunakan untuk memanen padi yang mudah rontok, misalnya padi coreh. Namun, karena alat ini dapat memungut hasil lebih cepat serta lebih gampang memotong batang padi maka alat ini kini lebih banyak digunakan untuk panen.
Ani-ani umumnya digunakan untuk memanen jenis padi yang sulit rontok sehingga dipanen beserta tangkainya, contohnya jenis padi bulu. Namun, alat ini tidak cocok digunakan untuk penanaman padi sawah.
Sabit digunakan untuk memanen padi yang mudah rontok, misalnya padi coreh. Namun, karena alat ini dapat memungut hasil lebih cepat serta lebih gampang memotong batang padi maka alat ini kini lebih banyak digunakan untuk panen.
c. Perontokan
Perontokan dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin perintih tresher, atau menggunakan perontok kaki pedal
tresher. Selain itu perontokkan secara sederhana dapat dilakukan dengan
memukulkan batangan padi ke kayu atau “kotak gebuk” dimana sebelumnya
dihamparkan plastik untuk menampung butir padi yang berhamburan.
d. Pengeringan
Tujuan utama pengeringan ialah untuk
menurunkan kadar air gabah dapat tahan lama disimpan. Selain itu gabah yang
masih basah sulit diproses menjadi beras dengan baik.
Bulir- bulir gabah daapt dijemur
dengan cara dihamparkan di atas lantai semen yang bersih dapat pula dihamparkan
di atas plastik. Dalam cuaca panas, sinar matahari mampu mengeringkan gabah
dalam waktu 2-3 hari. e. Pemisahan kulit gabah
Tahap terakhir usaha bertanam padi
ialah menghasilkan beras yang dapat ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok.
Mula-mula gabah yang sudah dikeringkan perlu dipisahkan dengan gabah hampa atau kotoran yang mungkin terbawa selama perontokan atau pengeringan, caranya dapat dengan ditampi.
Pemisahan kulit gabah dapat dilakukan dengan huller atau mesin, cara ini praktis dan cepat. Namun untuk daerah yang tidak memiliki huller, pemisahan dapat dilakukan dengan penumbuhan padi menggunakan alu dan lumpang.
6. Sentra Produksi
Mula-mula gabah yang sudah dikeringkan perlu dipisahkan dengan gabah hampa atau kotoran yang mungkin terbawa selama perontokan atau pengeringan, caranya dapat dengan ditampi.
Pemisahan kulit gabah dapat dilakukan dengan huller atau mesin, cara ini praktis dan cepat. Namun untuk daerah yang tidak memiliki huller, pemisahan dapat dilakukan dengan penumbuhan padi menggunakan alu dan lumpang.
6. Sentra Produksi
Pada tanaman padi sawah ini sangat
luas daerah sentra produksinya diantaranya di daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini
karena padi adalah bahan dasar untuk beras dan nasi yang merupakan bahan
makanan utama masyarakat Indonesia yang mengandung karbohidrat tinggi walaupun
tidak semua daerah makanan pokoknya berupa beras atau nasi
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan
untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat
disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan
pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis
tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat
beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa
Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur yaitu
karyawan perusahaan wiraswasta dan petani. Para petani yang bekerja di desa
Glanggang memiliki usia relatif 35 tahun keatas dengan jumlah sekitar 60% dari
keseluruhan anggota. Sementara
lelaki usia 20 – 35 tahun lebih memilih bekerja di luar desa dengan menjadi
karyawan perusahaan swasta, buruh migran, dan pengrajin industri rumah tangga.
Hasil komoditas pertanian yang terdapat di Desa Glanggang adalah padi sawah dan
jagung.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arsyad,
S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. ITB, Bandung.
2.
BPS.
1994. Statistik Indonesia. Jakarta : Blai Pusat Statistik.
3.
BPS.
2001. Statistik Indonesia. Jakarta : Blai Pusat Statistik.
4.
Hardjowigeno
Sarwono dkk. 2008. Morfologi dan Klasifikasi Tanah.
6.
Hardjowigeno
dan M. Luthfi. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing, Malang
7.
Kartasapoetra,
A.G.1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta, Jakarta.
8.
Kartasapoetra,
A.G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Bina
Aksara, Jakarta.
9.
Kyuma,
K. 2004. Paddy Soil Science, 280pp. Kyoto University Press. Trans Pacific
Press.
10. Mitsuchi, M. 1975. Permebility
Series of Lowland Paddy Soil in Japan. Jpn. Agric. Sci. B.