Selasa, 23 April 2013

contoh makalah


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hanturkan kepada Allah SWT. Karena telah memberikan kita kesehatan.
Shalawat serta salam tetap kita curahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Karena dengan perjuangan dan jihad dari dakwah beliau sekarang kita bisa merasakan nikmatnya iman dan islam dari agama yang beliau sebarkan. Dan semoga kelak kita menjadi umat yang beliau syafa’ati di padang tandus yang tidak kita temui syafaat selain dari beliau.
Makalah  ini dibuat dengan judul “Profil dan Potensi Sawah di Desa Glanggang ” diharapkan bisa membuat pembaca mengerti tentang profil ini.
Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan baik isi , atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap kritik dan saran untuk meyempurnakan makalah  ini. Walaupun demikian makalah ini juga sangat bermanfaat bagi kita karena dengan membaca makalah ini kita mengetahui tentang Profil dan Potensi Sawah di Desa Glanggang. Demikian sebagai pengantar makalah ini.


Pekalongan,19  Maret  2013

                                                                                                                                Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
I.I  Latar Belakang Masalah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,  baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti  halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950), orang yang pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi. Bahkan pada tanah kering yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa jenis tanah lain, tidak semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas tersebut. Penggunaan tanah kering untuk padi sawah dapat menyebabkan peruba han sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah secara permanen, sehingga dapat menyeb abkan perubahan klasifikasi tanah. Dalam tulisan ini, disajikan uraian tentang beberapa macam sifat morfologi dan profil tanah sawah, serta pengaruhnya dalam klasifikasi tanah, khususnya dalam sistem Taksonomi Tanah

I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalah ini dapat dirumuskan menjadi:
1.      Permasalahan Tanah Sawah
2.      Bagai mana cara pengolahan tanah sawah dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanah Sawah
3.      Profil tanah sawah dan pembentukannya
4.      Profil dan Potensi di Desa Glanggang

I.3 Tujuan
Pada makalah ini akan dirangkum sejumlah hasil penelitian mengenai permasalahan dan pengelolaan serta klasifikasi dari tanah sawah. Tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan bagimana permasalahan dan pengelolaan serta klasifikasi secara morfologi dari tanah sawah tersebut, sedangkan.  







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Permasalan Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,  baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti  halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-salur an drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Tanah sawah biasanya tergenang dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan tanah ini akan mengalami perubahan morfologi kimia, fisika dan biologi dari tanah sawah. Perubahan sifat ini akan lebih menampakkan pada sifat fisik diamana kita akan lebih terlihat dari perubahan warna, dan tekstur.
Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga karakterisasi sawah-sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya terdapat didaerah dataran rendah , dataran tinggi volkan atau non volkan yang pada awalnya merupakan tanah kering yang tidak pernah jenuh air sehingga morfologinya akan sangat berbeda dengan tanah sawah dari tanah rawa yang awalnya memang sudah jenuh air.
2.2 Cara pengolahan Tanah Sawah Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanah Sawah

Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia. Karena itu, sifat-sifat tanahnya sangat dipengaruhi oleh perbuatan manusia. Kegiatan manusia yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah sawah, antara lain, adalah (1) cara pembuatan sawah dan (2) cara budi daya padi sawah.
  1. Cara pembuatan sawah
Cara pembuatan sawah tergantung dari beber apa hal, antara lain, kondisi relief/topografi dan hidrologi tanah asalnya.
Relief
Bila relief/topografi tanah asal berombak atau berlereng, maka lebih dulu harus dibuat teras bangku. Sawah pada teras, sifatnya sangat berubah dibandingkan dengan tanah asalnya, karena terjadinya penggalian dan penimbunan pada waktu pembuatan teras. Cara pembuatan ter as adalah dengan jalan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah. Akibatnya, susunan horizon tanah asalnya da pat hilang sama sekali. Makin curam lereng, maka teras semakin sempit dan  penggalian serta penimbunan semakin dalam. Dalam satu petak sawah yang baru dibu at dengan cara ini, mungki n akan ditemukan lebih dari satu jenis tanah, yaitu Entisol atau Inceptisol pada bagian tanah yang ditimbun atau digali, selain tanah asl inya di bagian tengah petakan. Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam
keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Lama kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah.


Hidrologi 
Pembuatan sawah dari lahan rawa dilakukan dengan membuat saluran-saluran drai nase, agar lahan menjadi lebih kering, atau tidak terus-menerus tergenang. Karena itu, sifat tanah akan berubah karena terjadi proses “pengeringan” tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah. Sebaliknya, pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses “p embasahan” dari lapisan atas ke lapisan bawah. Apabila tanah ra wa yang “dikeringkan” tersebut banyak mengandung bahan sulfidik (pirit, FeS ), maka profil tanah sawah yang terbentuk banyak mengandung karatan jarosit (K Fe  (SO ) (OH)6).
  1. Cara budi daya padi sawah
Pola tanam dan penggenangan

Tanah sawah yang ditanami padi tiga kali setahun, yakni padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang tahun. Sawah dengan pergiliran tanaman padi-padi-palawi ja, setiap tahunnya mengalami masa tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering. Sedangkan sawah dengan pola tanam padi-palawija-bera, mengalami masa tergenang lebih singkat dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam, yang menyebabkan perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah perbedaan sifat-sifat morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk sifat morfologinya, juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang berbeda. Dalam hal ini, sifat tanah pada saat ditanami padi sawah (basah), berbeda dengan waktu ditanami palawija atau bera. Namun demikian, sawah-sawah yang mempunyai profil tanah yang khas yang telah dikeringkan puluhan tahun, seperti halnya (bekas) tanah sawah di sekitar Bo gor, masih menunjukkan adanya lapisan tapak bajak, lapisan  Fe, dan lapisan Mn, meskipun lapisan atas tidak lagi berwarna pucat, melainkan kecoklatan mendekati warna tanah asalnya. Sifat-sifat tanah sawah yang  tidak berubah , baik sewaktu digunakan untuk bertanam padi sawah maupun waktu digunakan untuk bertanam palawija atau bera, disebut  sifat tanah sawah permanen .
Penambahan lumpur bersama air irigasi
Air pengairan mengandung l umpur ya ng diendapkan pada petak sawah. Oleh karena itu, selalu ada penambahan lumpur pada lapisan olah. Kualitas dan jumlah lumpur yang diendapkan sangat beragam, tergantung dari sumber lumpur dan banyaknya air. Akibatnya, lapisan olah semakin tebal karena penambahan lumpur tersebut.
Penambahan bahan kimia/unsur hara dengan sengaja dan praktek pengolahan tanah
Pemberian pupuk, baik pupuk buatan maupun pupuk kandang, kapur dan bahan amelioran lain akan berpengaruh terhadap sifat tanah sawah. Demikian juga praktek pengolah an tanah sawah yang di lakukan dengan cara mencampur dan membalik horizon tanah, pelumpuran, dan pemadata n, dapat mempengaruhi sifat dan perkembangan profil tanah.
Cara budi daya
Pembuatan sawah diawali dengan perataan tanah dan pembuatan pematang. Tanah sawah yang diolah dalam keadaan jenuh air, dengan cara “bajak-garu-bajak-g ar u” hingga halus, baru kemudian ditanami benih padi, menyebabkan struktur tanah hancur hingga menjadi lumpur yang cocok untuk padi sawah. Tanah sawah yang dilumpurkan, jika kemudian sawah dikeringkan untuk ditanami palawija, akan menjadi masif atau tidak berstruktur, oleh karena itu harus diolah lagi. Penggenangan sedalam 5–10 cm selama 4 – 5 bulan pertanaman padi, menyebabkan terjadinya kondisi reduksi selama jangka waktu tersebut.

2.3 Profil tanah sawah dan pembentukannya
Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan profil tanah sawah melip uti berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kond isi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; dan (c) perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tan ah rawa yang disawahkan. Secara lebih rinci, proses pembe ntukan profil tanah sawah meliputi (a) gleisasi dan eluviasi; (b) pembentukan karatan besi (Fe) dan mangan (Mn); (c) pembentukan warna kelabu ( grayzation ); (d) pemb entukan selaput ( cutan ); (e) penyebaran kembali basa basa; dan (f) akumulasi dan dekomposisi bahan organik.

Profil tanah sawah tipikal
Berdasarkan proses pembentukan tanah seperti telah di uraikan, maka terbentuklah profil tanah sawah dengan sifat morfolog i yang berbeda-beda, tergantung dari sifat tanah a salnya. Profil tanah sawah yang tipikal (khas), atau Aquorizem  (Kanno, 1978), yang terbentuk pada tanah kering dengan air tanah dalam, seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), sedikit berbeda dengan profil tanah sawah tipikal dengan air tanah yang agak dangkal (Moormann and van Breemen, 1978)
Pada tanah kering dengan air tanah dalam yang disawahkan, akan terbentuk susunan horizon sebagai berikut: 1)  lapisan olah yang tereduksi dan tercuci (eluviasi) (Ap); 2)  lapisan tapak bajak (Adg); 3)  horizon iluviasi Fe (Bir) di atas horizon iluviasi Mn (Bmn), yang sebagian besar teroksidasi; 4)  horizon tanah asal, yang tidak terpengaruh persawahan (Bw, Bt). Bila air tanah agak dangkal, maka di bawah horizon tersebut kemudian ditemukan: 5)  horizon i luviasi (penimbunan) Mn (Bmn) di atas h orizon iluviasi Fe (Bir); 6)  horizon tereduksi permanen (Cg).Pengamatan di berbag ai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa lebih banyak tanah sawah yang  tidak  menunjukkan profil tanah yang tipikal tersebut, dibandingkan dengan yang memilikinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sawah di Indonesia, antara lain, dibuat pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal, atau lahan rawa yang dikeringkan, penyawahan yang terus-menerus dilakukan sepanjang tahun, tekstur tana h yang terlalu kasar atau terlalu halus, tanah yang mengembang dan mengkerut, da n sebagainya. Karena banyak tanah sawah di Indonesia terdapat di daerah pelembahan atau dataran aluvial yang terus-menerus tergenang air, baik dari air hujan, luapan sungai maupun air tanah yang dangkal, dan kondisi relief/topografi yang tidak memungkinkan  gerakan air ke ba wah solum tanah, maka horizon iluviasi Fe dan Mn ataupun lapisan tapak bajak sulit terbentuk. Demikian juga, tekstur tanah yang terlalu kasar atau terlalu halus, atau adanya sifat tanah mengembang dan mengkerut, me nghalangi pembentukan horizon-horizon tersebut. Menurut Kawaguchi dan Kyuma (1977) seperti halnya di Indonesia, profil tanah sawah tipikal ( Aquorizem ) hanya terbentuk, pada lahan kering yang disawahkan yang tidak mengandung mineral liat-2:1. Tanah yang hanya digenangi air pada waktu penyawahan, dan kemudian dikeringkan untuk tanaman palawija atau bera pada musim berikutnya, dalam bahasa Jepang disebut “ kanden ”. Dengan penggunaan tanah seperti itu, profil tanah sawah tipikal di Jepang dapat terbentuk dalam jangka waktu 10–40 tahun. Menurut Kanno (1 978), di Jepang juga banyak tana h sawah yang tidak memiliki susunan horizon seperti tanah sawah tipikal tersebut, karena keragaman dalam pengaruh air tanah dan air genangan (hidromorfisme).

Pengelolaan Lahan Sawah
Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomaly iklim), gejala kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas.
Sistem produksi padi saat ini juga sangat rentan terhadap penyimpangan iklim (El-nino). Penanganan masalah secara parsial yang telah ditempuh selama ini ternyata tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks dan juga tidak efisien.
Guna memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat perlu diupayakan untuk mencari terobosan teknologi budidaya yang mampu memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha. Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal.
Tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting di Indonesia karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Saat ini keberadaan tanah-tanah sawah subur beririgasi terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri dan perluasan kota (perumahan) sehingga luas tanah sawah semakin berkurang, karena dikonservasikan untuk nonpertanian. Sebagai gambaran, menurut Biro Pusat Statistik/BPS (1994) luas lahan sawah Indonesia pada tahun 1993 sekitar 8,50 juta ha, sedangkan pada tahun 2000 luasnya menjadi sekitar 7,79 juta ha (BPS, 2001). Sebagian besar lahan sawah terdapat di Pulau Jawa, yaitu seluas 3,34 juta ha (42,9% dari luas sawah Indonesia). Pencetakan sawah di luar Pulau Jawa umumnya dilakukan pada tanah-tanah yang kurang subur dan hingga saat ini belum menunjukan keberhasilan yang nyata.
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija (Hardjowigeno dan Luthfi, 2005). Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum, seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian, dan sebagainya. Menurut Kyuma (2004), tanah sawah (paddy soil) adalah tanah yang digunakan atau berpotensi digunakan untuk menanam padi sawah. Dalam definisi ini tanah sawah mencakup semua tanah yang terdapat dalam zona iklim dengan rezim temperatur yang sesuai untuk menanam padi paling tidak sebanyak satu kali dalam satu tahun.
Tanah sebagai faktor tumbuh yang penting harus mendapat perhatian khusus dalam budidaya tanaman. Tanah menyediakan faktor tumbuh, yang mana kondisi optimum dinyatakan subur dan kemampuan tanah tersebut dinyatakan sebagai kesuburan tanah. Kondisi tanah yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman ini adalah suhu, udara, air tanah maupun unsur hara yang terdapat dalam tanah. Tanah sebagai salah satu faktor tumbuh membutuhkan penanganan khusus agar tidak terjadi hambatan-hambatan bagi pertumbuhan tanaman, sehingga perlu dilakukan pengelolaan tanah yang baik.
Tindakan pengolahan tanah merupakan usaha mekanis terhadap tanah yang dilakukan untuk menyediakan tempat tumbuh yang sesuai bagi perakaran tanaman. Pengolahan tanah juga ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian (seed bed), pemberantasan gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, memperbaiki infiltrasi air dan udara tanah. Dalam suatu usaha pertanian, baik usaha pertanian umum maupun khusus, pemilihan mengenai sistem pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya.

2.4 Profil dan Potensi di Desa Glanggang
Tata Pemerintahan Desa Glanggang
Desa Glanggang :  dipimpin oleh seorang kepala desa (kades) dan dibantu oleh sekretaris desa (Carik). Selain itu ada juga enam kepala urusan yang membantu Kepala Desa dalam bidang pemerintahan, umum, keamanan, keagamaan, ekonomi pembangunan, dan keuangan.
Desa Glanggang terbagi menjadi 4 (empat) dusun, yaitu Dusun Margahayu, Dusun Krajan Glanggang, Dusun Darungan, dan Dusun Karang Tengah. Selain itu desa glanggang juga terbagi dalam 30 RT dan 9 RW, diantaranya:
Dusun Margahayu meliputi RT 01 dan 02, dan RW 01. Dusun ini dikenal dengan hasil hasil gerabahnya yang sudah dikirimkan kebeberapa kota besar yang ada di Jawa Timur. Dusun Krajian Glanggang meliputi RT 02 sampai 13, dan RW 02, 03, dan 04. Dusun ini dikenal sebagai dusun penghasil kripik tempe, karena jumlah pengrajin tempe di dusun ini cukup banyak, namun terdapat pula petani dan pengrajin sepatu di dusun ini meskipun jumlahnya tidak sebanyak pengrajin tempe.
Dusun Karang Darungan meliputi RT 14 dan 15, dan RW 08. Dusun ini juga mencakup satu-satunya kawasan perumahan yang berada di desa Glanggang. Kawasan perumahan merupakan RT 28 sampai 30 dan RT 07. Dusun ini bukan merupakan penghasil kerajinan namun memiliki kesenian kuda lumping.
Dusun Karang Tengah meliputi RT 16 sampai 27, dan RW 05, 06 dan 09. Dusun ini lebih dikenal dengan perternakan itik dan sapi yang jumlahnya lumayan besar, namun selain itu dusun ini juga mempunyai pengrajin tempe, konveksi dan ada juga petani. Keempat Dusun dipimpin oleh seorang Kepala Dusun (kadus), RW dipimpin oleh seorang kepala RW, dan RT dipimpin oleh seorang ketua RT.

Penjelasan Detail Desa Glanggang
Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur adalah sebuah desa yang memiliki potensi yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh desa lain. Di bagian utara Desa Glanggang berbatasan dengan Desa Sutojayan, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jatirejoyoso,di sebelah Barat berbatasan dengan  Desa Karang Pandan dan Desa Mojosari, dan dibagian timur berbatasan dengan Desa Curung Rejo.
Desa Glanggang berada pada kurang lebih 3 kilometer dari ibukota kecamatan terdekat (Kecamatan Pakisaji), 7 kilometer dari ibukota kabupaten (kabupaten Malang), dan 100 kilometer dari ibukota propinsi
Jawa Timur (Surabaya).

Data demografis Desa Glanggang Jumlah penduduk Desa Glanggang yaitu 4.702 orang, yang terdiri dari 2377 orang laki-laki dan 2325 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1301 orang (tahun 2011). Tidak ada hal yang begitu penting yang menjadi masalah mengenai adat istiadat di Desa Raharja karena sebagian besar masyarakat masih tetap memegang teguh prinsip selayaknya orang desa. Adat istiadat masyarakat di Desa Raharja semakin hari semakin menjurus ke arah modernisasi karena pengaruh dari berkembangnya teknologi.
Data geografis dan geologi Desa Glanggang
1.      Luas daerah Desa Glanggang
Luas desa Glanggang adalah 215,33 Ha dengan penggunaan lahan adalah:
Luas Pemukiman 52 Ha
Luas Persawahan 145,33 Ha
Luas Perkebunan 5 Ha
Luas Pekarangan 6 Ha
Luas Perkantoran 1 Ha
Luas prasarana umum lainnya 4 Ha

2. Iklim Desa Glanggang
Curah hujan Desa Glanggang : 2,5 mm/th
Suhu rata-rata harian Desa Glanggang : 31 C
Tinggi tempat Desa Glanggang : 250 mdl
Bentang wilayah Desa Glanggang : Dataran tinggi atau pegunungan
3. Keadaan tanah, kondisi air, dan penggunaan lahan Desa Glanggang
Jenis tanah di desa ini (Desa Glanggang) sebagian besarnya merupakan tanah yang berwarna hitam dengan tekstur tanah lempungan dengan tingkat kemiringan tanah sebesar 3 derajat. Sebagian besar lahan digunakan sebagai area tanah persawahan (seluas 145,33 Ha), adapun penggunaan lahan lainnya digunakan sebagai area:
1) Luas Pemukiman Desa Glanggang : 52 Ha
2) Luas Pesawahan Desa Glanggang : 145,33 Ha
3) Luas Perkebunan Desa Glanggang : 5 Ha
4) Luas Kuburan Desa Glanggang : 2 Ha
5) Perkantoran Desa Glanggang : 1 Ha
6) Luas prasarana umum lainnya: 4 Ha
7) Tanah sawah
Sawah Irigasi setengah teknis : 131,33 Ha
Sawah Irigasi ½ teknis : 7 Ha
Sawah tandan hujan : 7 Ha

8 ) Tanah kering
Tegal/Ladang : 8 Ha
Pemukiman : 52 Ha
Pekarangan : 6 Ha

Mata pencaharian Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur, Indonesia.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur yaitu karyawan perusahaan wiraswasta dan petani. Para petani yang bekerja di desa Glanggang memiliki usia relatif 35 tahun keatas dengan jumlah sekitar 60% dari keseluruhan anggota.
Sementara lelaki usia 20 – 35 tahun lebih memilih bekerja di luar desa dengan menjadi karyawan perusahaan swasta, buruh migran, dan pengrajin industri rumah tangga. Hasil komoditas pertanian yang terdapat di Desa Glanggang adalah padi sawah dan jagung.

Berikut merupakan data mata pencaharian pokok penduduk Desa Glanggang :
Jenis Pekerjaan
Laki-Laki
Perdmpuan
Karyawan perusahaan swasta
479
259
Petani
201
239
Buruh migran/buruh lepas
206
120
Pengrajin industri rumah tangga
199
151
Peternak
91
0
Pegawai Negeri Sipil
67
28
Pedagang
43
52


Pada umumnya hasil pertanian desa sudah dijual sebagai pendapatan masyarakat, namun masih ada para petani yang memakan hasil taninya untuk konsumsi sehari-hari mereka. Rata-rata petani yang memiliki lahan atau ladang yang luas menjual hasil pertaniannya ke pasar melalui tengkulak dan hinga saat ini tidak ada petani yang menjual hasil taninya langsung ke pasar.
PADI SAWAH
(Oryza sativa)
padi.jpg (400×300)
Padi (oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di sawah.
Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.
Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian, padi juga dapat diusahakan di lahan kering atau ladang. Istilahnya adalah padi gogo. Namun kebutuhan airnya harus terpenuhi. Oleh karena itu ada beberapa sistem budidaya yang dikenal di Indonesia, di antaranya :
1.        Bertanam padi di sawah tadah hujan
Dalam mengusahakan padi di sawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat:
-    Menanam air sehingga tanah itu dapat digenangi air. 
-    Mudah memperoleh dan melepaskan air. 
Pematang atau galengan memegang peranan yang sangat penting, karena dalam sistem bertanam padi di sawah tadah hujan ini, pematang atau galengan ini harus kuat dan dirawat, karena bertanam padi di sawah tadah hujan memerlukan air, sehingga dengan galengan-galengan sawah ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi dengan sistem penanaman tadah hujan ini tidak dapat ditanam pada tanah yang datar.
Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara “basahan” yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi. 
2.    Bertanam Padi Gogo Rancah (lahan kering)
Dalam mengusahakan padi di lahan kering atau ladang atau biasa disebut padi gogo ini, relatif lebih mudah dibandingkan dengan padi sawah tadah hujan. Dalam sistem penggarapan padi di lahan kering atau ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim penghujan tiba. Sementara dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi gogo rancah ini tidak memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di sawah sebelum atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak ada resiko bibit menjadi terlalu tua.
Padi gogo rancah ini tidak banyak memerlukan air hujan, pada permulaan selama 30 atau 40 hari. Hidup padi ini keringan bahkan bila kebanyakan air hujan, maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu bilamana air hujan cukup, maka padi gogo rancah ini dapat dijadikan padi sawah biasa. Tetapi kalau tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka resiko mati sangat kecil. 
3.    Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah (TOT)
Meskipun disebut bertanam padi sawah ini tanpa olah tanah tetapi tidak berarti bahwa tak ada persiapan sama sekali. Sistem ini masih merupakan bagian pengolahan tanah konservasi yang melibatkan perbedaan mendasar dengan penanaman padi biasa. Pembajakan dan pencangkulan di dalam sistem TOT ini tidak ada dan dalam sistem TOT ini dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman padi (singgang) atau gulma yang tumbuh.
Secara umum kegiatan bertanam padi sawah tanpa olah tanah ini dapat diartikan sebagai penanaman padi di lahan sawah yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan bantuan herbisida dalam mengendalikan gulma dan singgangnya. Tanaman padi ini dapat tumbuh seperti pada lahan yang diolah biasa. Hal ini disebabkan karena singgang dan gulma yang membusuk akan melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah dan tanaman padi dapat tumbuh seperti biasa. Bibit padi dari persemaian dapat langsung ditanam pada tanah tanpa olah yang sudah lunak karena digenang terlebih dahulu. Dapat juga benih ditebarkan langsung (tabela) atau ditabur dalam air yang sudah disediakan.
Keuntungan menanam padi dengan sistem Tanpa Olah Tanam (TOT).
a.    Kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil panen tidak berbeda dengan penanaman padi biasa.
b.    Menghemat biaya persiapan lahan 40% yang juga mengurangi biaya produksi.
c.    Menghemat waktu musim tanam sampai 1 bulan, artinya jumlah penanaman dalam satu tahun air ditingkatkan.
d.    Mengurangi pemakaian air lebih dari 20%
e.    Mempermudah kemungkinan penanaman secara serempak sehingga konsep pengendalian hama terpadu (PHT) padi sawah dapat diterapkan dan baik.
f.    Melestarikan kesuburan tanah, mengurani pencucian unsur hara dan jumlah sendimen terangkut.
g.    Mengurangi pencemaran perairan dan pendangkalan saluran air atau sungai.
h.    Mengurangi emisi metan sampai 40%.
i.    Memungkinkan peningkatan luas sawah garapan.
j.    Memberikan keuntungan bagi petani yang berarti membantu meningkatkan kualitas hidupnya.


Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Bertanam Padi
1.        Air  
Air diperlukan untuk pengolahan dan dalam penanaman padi di sawah adakalanya perlu pengaturan air secara baik. Saat tertentu air dimasukkan, tetapi saat lainnya air justru perlu ditambah. Pengaliran air secara terus menerus dari satu petakan ke petakan lain atau penggenangan dalam petakan sawah secara terus-menerus selain boros air juga berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Tetapi sebaliknya itu pengairan terlalu sedikit biasanya gulma akan tumbuh pesat dan produksi padi akan berkurang dan pemasukan air sangat penting pada masa-masa berikut: a.    Awal tanam
Seperti yang sudah dilakukan pada saat penanaman, air diberikan setinggi 2-5 cm dan permukaan tanah.
b.    Pembentukan anakan (pertunasan)
Dalam masa ini air dipertahankan setinggi 3-5 cm pemberian air lebih dari 5 cm dapat menghambat pembenihan anakan (tunas)  
c.    Pembentukan tunas bulir (primordia) atau tanaman padi bunling
Air sangat dibutuhkan pada pembentukan calon. Calon bulir ini air dimasukkan setinggi 10 cm. Kekurangan air pada saat pembentukan akan mengakibatkan pembentukan anak (tunas) karena kekurangan air dapat menghambat pembentukan malai, pembuahan dan pembuangan yang dapat berakibat fatal yakni bulir padi yang dihasilkan hampa. 
d.    Pembungaan
Pada masa ini kebutuhan air mencapai puncaknya. Muka air dijaga setinggi 5-10 cm akibat kekurangan air juga dapat menyebabkan hampanya bulir padi tetapi bila tanaman padi telah mengeluarkan bunga, petakan untuk beberapa saat perlu dikeringkan agar terjadi pembungaan yang serempak.
Air yang diberikan dalam jumlah cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi serangan tikus-tikus.
2.        Pengeluaran air
Ada saat-saat tanaman padi tak perlu diberikan air, untuk itu petakan sawah dikeringkan pada waktu-waktu berikut:
a.        Sebelum tanaman bunting
Gunanya untuk mencegah anakan tanaman tidak mengeluarkan bulir.
b.        Awal pembungaan
Gunanya untuk membuat tanaman berbunga serempak.
c.        Awal pemasakan biji
Air perlu dikeringkan saat ini untuk menyeragamkan dan mempercepat pematangan padi. Tindakan pengeringan ini juga bermanfaat untuk memperbaiki aerosi tanah, memacu pertumbuhan anakan merangsang pembuangan dan mengurangi terjadinya serangan busuk akar.
3.    Pemupukan
Pada penanaman padi di sawah, dosis pemupukan pada sawah tergantung pada jenis tanah, sejarah pemupukan dan varietas padi yang ditanam pada lokasi tersebut. Tetapi kendala pemupukan biasanya dialami petani karena petani biasanya pupuk diberikan pada dosis yang tidak sesuai. Pupuk diberikan 2 atau 3 kali selama musim tanam. Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan unsur yang paling penting dan harus tersedia adalah unsur N.P.K. Dosis pemupukan urea biasanya diberikan sepertiga bagian pada pemupukan pertama dan kedua pertiga bagian pada pemupukan kedua. Pupuk TSP dab KC biasanya diberikan sekaligus bersamaan dengan pemupukan urea pertama.
Sewaktu melakukan pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pembuangan air ditutup terlebih dahulu. Petakan sawah berada dalam kondisi berair, pupuk disebar merata pada permukaan tahan. Hati-hati sewaktu menyebar pupuk agar tidak mengenai daun tanaman karena dapat mengakibatkan daun terbakar.
4.    Pengendalian hama dan penyakit
Hama penyakit padi sawah biasanya rentan terhadap serangan hama dan penyakit di dalam tanaman padi sawah ada beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi dan hama yang cukup mengganggu antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus dan burung. Adapun penyakit yang sering menyerang tanaman padi adalah hawar daun, bercak bakteri, hawar pelepah, busuk batang, bercak cokelat, blasi, tungro, kerdil hampa dan kerdil rumput. Dahulu petani sering melakukan tindakan gampang untuk memberantas hama dan penyakit yaitu dengan penyemprotan pestisida. Namun cara ini tidak dianjurkan karena pestisida dapat mencemari air irigasi atau sumber air di sekitarnya dan banyak jensi hama dan penyakit yang rentan atau tak mempan lagi disemprot.
Pengendalian hama dan penyakit (PHT) merupakan sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat menimbulkan kerugian.
5.    Panen 
Bagi petani panen padi merupakan soal yang paling dinanti-nanti. Panen merupakan saat petani merasakan keberhasilan dari jerih payah menanam dan merawat tanaman.
a.        Saat panen
Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah kemungkinan mendapatkan gabah berkualitas rendah yang masih banyak mengandung butir hijau dan butir kapur. Padi yang dipanen mudah jika digiling akan menghasilkan beras pecah. Saat panen padi dapat dipengaruhi oleh musim tanam. Pemeliharaan tanaman dan pertumbuhan, serta tergantung pula pada jenisnya. Secara umum padi dipanen saat berumur 80-110 hari apabila tanaman padi menunjukkan ciri-ciri berikut berarti tanaman sudah siap dipanen:
-   Bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning.
-    Tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-butir padi atau gabah yang bertambah berat.
-    Butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi, jiak dikupas tidak berwarna kehijauan atau putih agak lembek seperti kapur.
b.    Cara panen
Alat panen yang tepat penting agar panen menjadi mudah dilakukan biasanya padi dipanen dengan ani-ani atau sabit.
Ani-ani umumnya digunakan untuk memanen jenis padi yang sulit rontok sehingga dipanen beserta tangkainya, contohnya jenis padi bulu. Namun, alat ini tidak cocok digunakan untuk penanaman padi sawah.
Sabit digunakan untuk memanen padi yang mudah rontok, misalnya padi coreh. Namun, karena alat ini dapat memungut hasil lebih cepat serta lebih gampang memotong batang padi maka alat ini kini lebih banyak digunakan untuk panen.
c. Perontokan
Perontokan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin perintih tresher, atau menggunakan perontok kaki pedal tresher. Selain itu perontokkan secara sederhana dapat dilakukan dengan memukulkan batangan padi ke kayu atau “kotak gebuk” dimana sebelumnya dihamparkan plastik untuk menampung butir padi yang berhamburan.


d.       Pengeringan  
Tujuan utama pengeringan ialah untuk menurunkan kadar air gabah dapat tahan lama disimpan. Selain itu gabah yang masih basah sulit diproses menjadi beras dengan baik.
Bulir- bulir gabah daapt dijemur dengan cara dihamparkan di atas lantai semen yang bersih dapat pula dihamparkan di atas plastik. Dalam cuaca panas, sinar matahari mampu mengeringkan gabah dalam waktu 2-3 hari. e.    Pemisahan kulit gabah
Tahap terakhir usaha bertanam padi ialah menghasilkan beras yang dapat ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok.
Mula-mula gabah yang sudah dikeringkan perlu dipisahkan dengan gabah hampa atau kotoran yang mungkin terbawa selama perontokan atau pengeringan, caranya dapat dengan ditampi.
Pemisahan kulit gabah dapat dilakukan dengan huller atau mesin, cara ini praktis dan cepat. Namun untuk daerah yang tidak memiliki huller, pemisahan dapat dilakukan dengan penumbuhan padi menggunakan alu dan lumpang.
6.    Sentra Produksi
Pada tanaman padi sawah ini sangat luas daerah sentra produksinya diantaranya di daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini karena padi adalah bahan dasar untuk beras dan nasi yang merupakan bahan makanan utama masyarakat Indonesia yang mengandung karbohidrat tinggi walaupun tidak semua daerah makanan pokoknya berupa beras atau nasi





PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,  baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti  halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur yaitu karyawan perusahaan wiraswasta dan petani. Para petani yang bekerja di desa Glanggang memiliki usia relatif 35 tahun keatas dengan jumlah sekitar 60% dari keseluruhan anggota. Sementara lelaki usia 20 – 35 tahun lebih memilih bekerja di luar desa dengan menjadi karyawan perusahaan swasta, buruh migran, dan pengrajin industri rumah tangga. Hasil komoditas pertanian yang terdapat di Desa Glanggang adalah padi sawah dan jagung.








DAFTAR PUSTAKA
1.      Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. ITB, Bandung.
2.      BPS. 1994. Statistik Indonesia. Jakarta : Blai Pusat Statistik.
3.      BPS. 2001. Statistik Indonesia. Jakarta : Blai Pusat Statistik.
4.      Hardjowigeno Sarwono dkk. 2008. Morfologi dan Klasifikasi Tanah.
6.      Hardjowigeno dan M. Luthfi. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing, Malang
7.      Kartasapoetra, A.G.1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta, Jakarta.
8.      Kartasapoetra, A.G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara, Jakarta.
9.      Kyuma, K. 2004. Paddy Soil Science, 280pp. Kyoto University Press. Trans Pacific Press.
10.  Mitsuchi, M. 1975. Permebility Series of Lowland Paddy Soil in Japan. Jpn. Agric. Sci. B.


1 komentar:

  1. This is very useful for me. thank you sir your information very good, I am glad can visit your blog.

    don't forget to visit back may blog: obat kista tradisional.
    obat pelangsing herbal.
    thanks before.. greetings sir

    BalasHapus

silahkan di komentari menggunakan bahasa yang baik dan sopan,, terimakasih atas kunjungan anda. jangan lupa follow ya,,,,

The title of your home page You could put your verification ID in a comment Or, in its own meta tag Or, as one of your keywords