Anas Bin Malik r.a mengatakan bahwa bumi itu berteriak setiap dengan sepuluh kalimat. Bumi akan berkata, “ Hai anak Adam, engkau berjalan diatas punggungku dan akan kembali kedalam perutku. Enkau tertawa diatas punggungku dan akan menangis didalam perutku. Engkau makan barang haram diatas punggungku dan akan dimakan ulat di dalam perutku. Engkau bergembira diatas punggungku dan akan susah di dalam perutku. Engkau mengumpulkan barang haram diatas perutku dan akan hancur di dalam perutku. Engkau berlaku sombong di atas perutku dan akan hina di dalam perutku. Engkau berjalan dengan senang di atas punggungku dan akan jatuh susah di dalam perutku. Engkau berjalan dalam cahaya di atas punggungku dan akan duduk dalam kegelapan di dalam perutku. Engkau berjalan dengan orang banyak di atas punggungku dan akan duduk sendiri di dalam perutku.
Dalam hadits yang diceritakan, sesungguhnya setiap hari kuburan akan berteriak sebanyak tiga kali, “ aku ini adalah rumahnya orang yang sendirian, rumah duka cita, rumah kalajengking, dan rumah ular. Aku juga rumah kegelapan. Aku adalah rumah ulat. Dengan begitu, apa yang engkau persiapkan untukku.
Ada yang mengatakan, sesungguhnya kubur itu memanggil – manggil sebanyak lima kali teriakan, aku ini rumah orang sendirian , maka jadikanlah sebagai teman yang takluk dengan membaca Al Qur’an. Aku ini adalah rumah kegelapan, maka terangilah aku dengan sholat malam. Aku ini adalah tempatnya debu, maka bawalah tikar dengan cara beramal sholih. Aku ini adalah rumahnya ular besar, maka bawalah penawarnya , yaitu lafzd bismillaahirrrohmaanirr rahim serta mengalirnya air mata karena rasa takut kepada Allah. Dan, aku ini adalah rumahnya pertanyaan Munkar dan Nakir, maka perbanyaklah membaca laa ilaahaillallah Muhammadur rasuulullah diatas punggungku supaya kamu mampu menjawab pertanyaan itu.
ما غضبت على احد غضبي على عبد اتى معصية فتعا ظمها فى جنب عفوى فلو كنت
معجلا العقوبت او كانت العجلة من شأنى لعجلتها للقانطين من رحمتى ولولم ارحم عبادى
الا من خوفهم من الوقوف بين يدي لشكرت ذللك لهم وجعلت ثوابهم منه الا من لما
خافوا
“Tidak pernah aku murka kepada seseorang seperti
murkaKU kepada hambayang telah melakukan maksiat yang dipandang oleh dirinya
sendiri sebagai dosa besar, dan berputus asa dari kemampuanKU. Sekiranya aku
menyegerakan hukuman atau sifatKU, suka tergopoh – gopoh, pasti kusegerakan
hukuman ituterhadap orang – orang yang berputus asa dari RohmatKU. Dan
sekiranga aku belum member rohmat pada hamba – hambaKU. ,melainkan karena
takutnya mereka berdiri dihadapanKU, sudah barang tentu aku mengucapkan
terimakasih pada mereka dan aku jadikan pahala mereka itu diantaranya ialah
rasa amandikala semestinya mereka juga masih ketakutan”. ( HQR Rofia dari Najih
bin Muhammad binmuntaji dari datuknya)
Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa dia tidak
pernah melakuan kemurkaan terhadap seorang hambaNYA sebagaimana murkaNYA yang
pernah mengerjakan maksiat, baik kecil maupun besar dan orang itu merasa ngeri
serta menganggap perbuatan satu dosa yang sangatbesar tidak termasuk dalam
lingkungan ampunan Allah. Ia merasa putus asa dari rahmatNYA. Terhadap orang
yang bersikap seperti inilah Allah sangat murka.
Dalam hadits itu diterangkan bahwa sekiranya Allah tidak
suka terburu – buru menjatuhkan hukuman terhadap hambaNYA, niscaya Dia telah
menjatuhkan hukuman ( siksaan ) kepada orang – orang yang berputus asa dari
rahmat dan ampunanNYA.
Dalam hadits diatas dapat kita ambil beberapa
kesimpulan,
1.Allah SWT memang
betul – betul luas Rohmat dan kasih sayangNYA. Dia tidak mudah menjatuhkan
hukuman dan siksaan kepada hambaNYA. Dia membuka pintu taubat selebar –
lebarnya. Barang siapa yang merasa melakukan kesalahan kepada Allah SWT,
segeralah rujuk kepadaNYA dan taubat dengan penuh keyakinan, pasti diterima
Allahtaubatnya.
2.Sifat terburu –
buru dan tergesa – gesa bukan sifat Allah SWT, sifat itu adalah sifat iblis dan
syaitan. Karena itu manusia tidak boleh bersifat terburu – buru dan tergesa –
gesa, agar kita tidak termasuk golongan syaitan. Segala tindakan yang dilakukan
perlu dipertimbangkan semasak-masaknya diselidiki sedalam-dalamnya, sehingga
keputusan atau hukuman yang akan diambil telah diperhitungkan akibatnaya.
3.‘Uqubah atau
hukuman Allah paada pokoknya ada dua : yaitu hukuman yang dilaksanakan dalam
duniaini atau ditangguhkan kedalam akhirat kelak.
Hukuman yang dilakukan didalam dunia, mungkin
langsung, munkin ditangguhkan beberapa hari, minggu, bulan, atau tahun.
Hukuman atau siksaan yang ditangguhkan mungkin dimaksudkan,
untuk member tempo kepada yang bersangkutan untuk bertaubat. Apabila sudah
tepat waktunya, baru hukuman itu dijatuhkan dan orang bersangkutan pun akan
binasa.
Adapun hukuman Allah didunia berbentuk :
a.Penyakit, mulai
yang sekecil – kecilnya seperti tertusuk duri atau jarum, sampai yang
besar-besarnya seperti lepra,TBC,jantung, penyakit jiwa danj sebagainya
b.Duka cita,
kesulitan dan kesukaran, banyak hutang, dan sebagainya
c.Kesenagan,
kemewahan harta bendayang sangat banyak
sehingga senantiasa repot dan sibuk mengurusinya. Kelihatanya rahmat, namun
tidak lain adalah siksa belaka.
Hidup
ini benar – benar penuh dengan ujian dan perjuangan.
4.Sifat putus asa
dari rahmat Allah termasuk dosa besar ( al Kabir ) yang pantas dengan segera
mendapat hukuman dan siksaan Allah. Meskipun demikian, Allah tidak nsegera
menjatuhkan hukuman dan siksaan terhadapnya, karena sifat tergesa – gesa dan
terburu-buru demikian, bukanlah sifat Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang.
Didalam Al Quran terdapat beberapa ayat yang menunjukkan
bahwa Allah akan mengampuni orang – orang yang bersalah, orang – orang yang
melakukan maksiat, orang – orang yang memboros, dan dosa lainya betapa pun
besarnya, kecuali dosa su’ul khotimah karena syirik.
Didalam Al Quran terdapat anjuran untuk segera kembali
bertaubat dan jangan menangguhkanya. Kita tidak mengetahui bilamana kita akan
meninggal dunia. Sekiranya kita menangguhkan waktu taubat, mungkin kita mati
dalam keadaan berlumuran dosa. Na’udzubillah min dzalik.
Allah berfirman :
Katakanlah ( wahai Muhammad ) : “Wahai hamba-hambaKU
yang telah berlebih – lebihan merugikan diri sendiri. Janganlah berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnyaallah mengampuni segala dosa, karena dialah yang
Maha Pengampun LagiMaha Penyayang”. (
Q.S 39 Az-Zumar:53 )
Mereka ( malaikat ) berkata ( kepada Nabi Ibrahim ): “
kami membawa berita gembira yang benar kepadamu. Karena itu janganlah engkau
menjadi orang yang berputus asa”.( Nabi Ibrahim ) berkata : “ tidaklah orang
yang berputus asa dari rahmat RobNya kecuali orang yang sesat”. ( Q.S 15 Al
Hijr : 55-56 )
Wahai bani Adam ! apabila engkau mengajukan pemohonan
dan mengharap kepadaKu, kuampuni segala yang ada padamu tanpa terpeduli. Wahai
bani adam ! sekalipun dosamu bertumpuk – tumpuk hingga setinggi langit, tapi
kemudian enkau meminta ampun kepadaKU, niscaya Aku ampuni dosamu. Wahai bani
adam ! sekiranya engkau dating dengan dosa setimbang buni, kemudian engkau
menemui AKU ( mati ) dalam keadaan tidak mensekutukan AKU dengan sesuatupun,
niscaya AKU karuniakan setimbang dosa itu.
( HQR. Turmudzi yang bersumber dari anas R.A)
Perlu diperhatikan yang dimaksud “taubat” diatas ialah
“ taubat nasuha”, artinya taubat itu terpancar dari hatinya sesudah melalui
pemikiran yang mendalam dan kembali pada jalan yang benar, serta merasa sangat
menyesal atas perbuatan yang telah ditempuh itu. Ia memutuskan dalam hatinya
untuk meniggalkan perbuatan itu, menghindarinya jauh – jauh serta benjanji
tidak akan mengulangib lagi kesalahan dan perbuatan dosa.
Taubat nasuha mengandung tiga unsur : menyesal,
menjauhkan diri dari dosa dan tidak akan mengulanginya lagi. Hal ini dapat
terjadi apabila dilaksanakan dengan sungguh – sungguh, dengan perasaan suci,
niat yang bersih, penuh keprcayaan bahwa ia taubat dihadapan Allah yang Maha
Mengetahui segala rahasia dan yang tersembunyi didalam lubuk hati. Allah maha
melihat apa – apa yang dikerjakan hambaNYA yang telah lalu, yang sekarang dan
yang akan datang.
Apabila taubatnya tanpa merasa berdosa, dan tidak
berhenti mengulangi perbuatan dosa itu serta tidak berusaha memperbaikai diri,
maka taubatnya disebut taubat palsu dan hanya menipu dirinya sendiri. Orang itu
termasuk dalam lingkungan bunyi ayat :
يخادعون الله واللذين امنوا وما يخدعون الا انفسهم وما
يشعرون ....
Mereka
menipu Allah dan orang – orang yang beriman. Sebenarnya mereka hanya menipu
diri sendiri, sedang mereka tidak sadar dan tidak merasa.
( QS. 2 Al
Baqoroh: 9 )
Tanpa
disadari, ia bukan taubat tapi menambah dosa lain yaitu menipu dirinya sendiri,
seakan akan menipu Allah dan kaum mukminin. Oleh karena itu taubat nasuha
sebelum terlambat pasti akan diterima Allah SWT.
Ya Allah
masukkanlah kami pada orang – orang yang termasuk taubatan nasuha. Amin.
Ibadah
qurban merupakan sarana pembuktian keimanan seorang hamba kepada Allah.
Keimanan meliputi keikhlasan, yang berarti ibadah qurban yang dilakukan harus
murni dilakukan semata – mata karena Allah dan dalam menjalankan perintahNYA.
Dengan
berqurban, diharapkan dapat menumbuhkan dan mengasah keikhlasan seorang hamba.
Karena keikhlasan, sebagaimana halnya keimanan, akan selalu naik dan turun dan
akan selalu menguat dan melemah. Qurban yang dilaksanakan bukan karena Allah,
seperti malu bila tidak berqurbanatau
ingin pamer sebagai orang yang rajin ibadah, ibadah qurban yang dilakukannya
itu tak akan pernah diterima.
Keimanan
juga meliputi ketaatan, yang berarti ibadah qurban yang dilaksanakan harus
didasari atas ketaatan seorang hamba kepada Allah dalam segala bentuk ketaatan,
baik ketaatan dalam menjalankan perintah Allah maupun ketaatan dalam menjahui
segala laranganNYA.
Ibadah
Qurban mempunyai nilai ketauhidan yang sangat kental. Ibadah qurban yang
dilakukan oleh Nabi Ibrahim dengan mengorbankan anak yang dicintainya
mengajarkan kepada manusia sikap bertauhidyang sesungguhnaya. Nabi Ibrahim mampu membebaskan dirinya dari
penghambaan kepada materi ( dalam hal ini anak yang dicintainya ) menuju
penghambaan kepada Allah semata.
Melalui
ibadah qurban ini, Nabi Ibrahim memperlihatkan keimanan,ketundukan, dan
ketaatannya hanya kepada Allah. Beliau juga telah berhasil melepaskan diri dari
kecintaaan terhadap dunia, baik jasad, jiwa, hati, maupun ruhnya, karena hal
tersebut akan menjadi penghalang seorang untuk melakukan pengorbanan, ketaatan,
atau kepatuhan dalam menjalankan perintah Allah.
Disisi
lain, nilai tauhid yang ada dalam kisah qurban Nabi Ibrahim adalah pengorbanan
dilakukan demi pengabdian kepada Allah semata. Ibadah qurban juga menegaskan
larangan melaksanakan ibadah untuk selain Allah. Seperti, melakukan qurban yang
diperuntukkan bagi penjaga pantai selatan agar tidak menimpakan bencana atau
melakukan qurban yang diperuntukkan bagi sesuatu yang akan mendatangkan
manfaat